Sate Kuah, Menu Hasil "Coba-Coba" dari Haji Diding

Awalnya saya mengira Soto Haji Diding merupakan plesetan dari Sop Kambing Haji Dudung, dan berusaha mengekornya dalam hidangan kambing. Berlokasi di Pasar Pagi Lama, Jakarta Barat, ternyata saya salah sangka. Siapa tahu, di sebuah tenda yang remang-remang dan panas di tengah pasar, terdapat hidangan yang membuat saya ketagihan.

Tertulis di tenda “Soto Tangkar dan Sate Kuah Haji Diding”. Lokasinya di Pasar Pagi Lama. Anda bisa menjangkau daerah Pintu Kecil terlebih dahulu, kemudian bertanya kepada orang sekitar mengenai keberadaan Soto Haji Diding. Lokasinya sangat sederhana. Tidak ada pendingin ruangan, bahkan kipas angin sekalipun. Jangan harapkan lantai ubin, tanah aspal sudah cukup. Jangan bayangkan sebuah rumah makan yang terang benderang, tetapi hanya sebuah warung tenda dengan cahaya seadanya. Namun saya percaya pada pepatah don’t judge the book by its cover. Anda akan menemukan antrian panjang di sini dan siap-siap untuk kehabisan menu sate kuah jika anda datang terlalu sore.

Haji Diding awalnya berjualan soto keliling pada tahun 1960an, kemudian mulai berjualan di Pasar Pagi pada tahun 1970an. Awalnya ia hanya berjualan soto tangkar, yakni soto berkuah santan dengan jeroan sapi. Menu sate kuah yang kesohor itu ia temukan secara kebetulan. Saat itu, Haji Diding merasa sayang dengan daging sapi yang masih tersisa. Ia pun menusuk daging-daging tersebut seperti sate, kemudian dibakar dan disantap dengan kuah soto. Ternyata rasanya enak. Sejak saat itu, menu sate kuah pun ditambahkan. Tentu sekarang sudah bukan menggunakan daging sisa lagi.

Saya datang pada pukul 13.00. Sengaja saya memilih setelah jam makan siang agar lebih sepi. Namun apa daya, ternyata antrian pengunjung masih ramai. Saya mengambil tempat paling ujung, yang sekaligus paling terang karena dekat dengan celah tenda. Pramusaji dengan cepat menyahut ketika saya memesan seporsi sate kuah, menandakan bahwa saya belum kehabisan menu andalannya tersebut. Tidak lama, sepiring nasi putih dengan semangkuk sate kuah pun dihidangkan.

Sayang sekali, dagingnya sudah dipisahkan dengan tusuk satenya, mungkin supaya lebih mudah menyantapnya. Untuk seporsi sate kuah, 5 tusuk sate digunakan. Meski dagingnya agak keras, tapi rasanya sangat menggoda. Dagingnya tidak hanya dibakar saja, tetapi dibumbui dulu dengan racikan resep yang dirahasiakan sehingga menghasilkan aroma yang khas. Mirip seperti bumbu ayam bakar dari restoran Padang. Kuah sotonya juga tidak kalah nikmat. Kaldunya harum, santannya gurih. Diguyurkan pada sate bakar, rasanya sungguh nikmat! Jangan lupa tambahkan acar beserta sambal untuk memeriahkan rasa.

Sate Sapi yang sudah dipisahkan dari tusuknya - sebelum diguyur kuah soto.
This is it! Sate kuah pertama di Indonesia.
Seporsi sate kuah dihargai cukup logis. Rp16.000, sudah termasuk nasi dan teh hangat. Saya berani merekomendasikan anda untuk mencoba sate kuah Haji Diding. Meski beliau sudah meninggal, tetapi kualitas rasa dan keberanian bumbunya tetap terjaga dengan baik di bawah tangan istri dan anak-anaknya.

Soto Tangkar & Sate Kuah Hj. Diding
Jl. Pasar Pagi Lama, Jakarta Barat
10.00 – 17.00

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sakura Anpan, "Modern Bakery" Zaman Babeh Kite

Gado-Gado/Asinan CiKiNi dengan Lontong Gap Go Meh Terenak di Jakarta!

Nasi Ulam dari Warung Bu Yoyo, Otentik Betawi