Nasi Ulam dari Warung Bu Yoyo, Otentik Betawi

Sebagai salah satu makanan khas Betawi, nasi ulam sepertinya masih kalah pamor dengan nasi uduk dan lontong sayur. Memang, nasi ulam lebih jarang ditemui dibandingkan nasi uduk dan lontong sayur. Paling banyak saya temui di daerah Kota dan Gajah Mada, biasanya dijual oleh abang-abang dengan gerobak.

Meskipun disebut sebagai hidangan khas Betawi, justru kaum Tionghoa-lah yang mempertahankan eksistensi nasi ulam. Sebut saja, pedagang nasi ulam yang paling populer di tanah Betawi, Nasi Ulam Misjaya yang berada di Toa Se Bio. Nasi Ulam Misjaya sepertinya sudah menjadi “kiblat” bagi nasi ulam dan kesohor hingga ke mana-mana. Resep nasi ulam Misjaya itu didapatkannya dari Cek Lamceng, seorang warga keturunan Tionghoa yang berjualan nasi ulam pada tahun 1960. Dulu Misjaya adalah karyawannya, sampai akhirnya Cek Lamceng meninggal dan kini Misjaya melanjutkan resep dari mantan bosnya tersebut.

Sekadar informasi, nasi ulam yang saat ini populer adalah “resep” dari Lamceng yang diturunkan kepada Misjaya: nasi putih dengan taburan kacang tanah, bihun goreng, bawang goreng, kemangi, kemudian diguyur kuah semur yang gurih manis. Lauknya bermacam-macam, entah itu aneka semur (tahu, tempe, kentang, telur) atau gorengan. Tapi itu adalah resep nasi ulam modifikasi yang sudah berbaur dengan budaya Tionghoa yang dibawa oleh engkoh Lamceng.

Lalu, di mana jika saya ingin mencicipi nasi ulam asli Betawi? Ternyata sebuah jalan kecil di kawasan Karet Pedurenan menyimpan jawabannya. Di warung nasi Bu Yoyo, anda masih bisa menemukan nasi ulam otentik. Letaknya di jalan Dogol, beberapa orang menyebutnya “gang” karena memang jalannya kecil. Jika anda belum terbiasa menelurusi jalan-jalan kecil di Jakarta, maka anda akan kesulitan menemukannya. Patokannya cukup mudah, dari Jl. Dr Satrio, tetap lurus di jalan utama hingga menemukan gedung “Segitiga Emas”, di sana ada jalan kecil ke kiri, ada plang jalannya “Jl. Dogol”. Masuk ke jalan tersebut, belok ke gang pertama di sebelah kiri, tidak jauh anda akan menemukan warung nasi Ibu Yoyo di sebelah kanan. Jangan kaget, tempatnya sederhana sekali, di sekelilingnya adalah gerobak-gerobak para pedagang keliling yang habis “bermalam”. Ternak ayam berkeliaran dengan bebas. Saya tidak menduga ada sebuah destinasi kuliner nikmat di tempat sesederhana ini.

Jam 10 pagi sudah buka. Tempat ini pernah diliput oleh Jajanan Khas Nusantara Bango, maka itu anda bisa memastikan bahwa anda sudah berada di warung yang tepat dengan menemeukan spanduk tersebut tepat di atas warung. Ada dua menu utama di sini: nasi ulam dan nasi uduk. Karena penasaran dengan nasi ulam asli Betawi, maka saya memesan nasi ulam saja.

Jadi, bagaimana sajian nasi ulam yang otentik? Sepiring nasi putih dengan taburan serundeng kelapa, kacang hijau yang dibiarkan sedikit berkecambah, daun kemangi, dengan bawang goreng dan ketimun. Tidak lupa kerupuk aci. Kering, tanpa ada kuah. Serundengnya gurih. Kacang hijaunya direndam semalaman sehingga agak berkecambah, rasanya renyah dan segar. Mungkin anda yang kurang suka aroma langu dari sayur mentah akan merasa kurang nyaman dengan campuran kacang hijau mentah ini, namun bagi beberapa orang justru menambah citarasa. Dengan tambahan daun kemangi, spektrum rasanya menjadi semakin luas.

Rasanya belum komplit kalau tidak ada lauk pendamping. Saya minta dilengkapi dengan tahu semur. Tahunya disemur dengan manis dan gurih. Rasanya lezat. Anda bisa meminta kuah semurnya jika anda “kangen” dengan nasi ulam basah ala Misjaya. Selain tahu semur, ada juga telur semur, telur balado, tempe, kentang, ayam goreng, semur jengkol, sampai dengan ikan.

Menu lain yang tidak boleh anda lewatkan adalah gorengan kambing. Meski namanya gorengan, hidangan ini justru hidangan berkuah. Disebut gorengan, mungkin karena dimasaknya di atas kuali yang sejatinya digunakan untuk menggoreng. Rasanya berempah sekali, berpadu padan dengan santan. Mengingatkan saya dengan soto betawi, tapi rempah yang digunakan berbeda. Disajikan dengan daging/jerohan kambing yang empuk, irisan buncis, irisan ketimun, dan bawang goreng, plus emping goreng. Rasanya "galak" namun tetap menggoda!

Nasi ulam + irisan tahu semur
Gorengan kambing
Penampakan warung dari depan
Mau pesan apa?
Pertanyaan terakhir adalah, berapa harga yang harus saya keluarkan untuk hidangan asli Betawi ini? Sepiring nasi ulam saya tebus dengan Rp5000, tahu semurnya Rp3000, dan gorengan kambingnya Rp7000 (daging saja) atau Rp4000 (jerohan). Jika anda memang ingin mencoba masakan khas Betawi, Warung Nasi Bu Yoyo menjadi rekomendasi saya.

Warung Nasi Bu Yoyo
Gang Dogol No.31
Karet Pedurenan, Jakarta Selatan

Harga per 19 Desember 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sakura Anpan, "Modern Bakery" Zaman Babeh Kite

Gado-Gado/Asinan CiKiNi dengan Lontong Gap Go Meh Terenak di Jakarta!